1. kepemimpinan
a. pengertian
Kepemimpinan
berasal dari kata bahasa inggris, yaitu leadership. Menurut
Tikno Lensufie, Kepemimpinan memiliki arti luas, meliputi ilmu tentang
kepemimpinan, teknik kepemimpinan, seni memimpin, ciri kepemimpinan, serta
sejarah kepemimpinan.
Kepemimpinan bukan berarti memimpin orang untuk
sesaat (insidental) seperti memimpin upacara bendera, memimpin paduan suara dan
sebagainya. Tapi kepemimpinan lebih kepada seseorang yang memimpin suatu organisasi atau
institusi.
Tikno Lensufie dalam bukunya yang berjudul “Leadership untuk Profesional dan Mahasiswa”
memberikan pengertian pemimpin sebagai seseorang yang mampu
menggerakkan pengikut untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Tipe-tipe
kepemimpinan
Ada enam tipe kepemimpinan yang
diakui keberadaannya secara luas.
1) Tipe pemimpin Otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang otokratis adalah seorang pemimpin yang:
• Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)
1) Tipe pemimpin Otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang otokratis adalah seorang pemimpin yang:
• Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)
2) Tipe Militeristis
Yaitu seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
• Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan
Yaitu seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
• Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan
3) Tipe Paternalistis
Yaitu seorang pemimpin yang:
• Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
Yaitu seorang pemimpin yang:
• Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
4) Tipe Kharismatis
Hingga kini para pakar belum berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
Hingga kini para pakar belum berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
5) Tipe Laissez Faire
Yaitu seorang yang bersifat:
• Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan hati nurani, asal kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisai tetap tercapai.
• Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang dicapai, dan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing- masing anggota.
• Seorang pemimpin yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.
• Seorang pemimpin yang memiliki peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan sendirinya
Yaitu seorang yang bersifat:
• Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan hati nurani, asal kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisai tetap tercapai.
• Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang dicapai, dan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing- masing anggota.
• Seorang pemimpin yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.
• Seorang pemimpin yang memiliki peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan sendirinya
6) Tipe Demokratis
Yaitu tipe yang bersifat:
• Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
Yaitu tipe yang bersifat:
• Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
c.
Teori kepemimpinan
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar
pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat,
perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran
tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang
berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai
atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin
menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
– pengetahuan umum yang luas,
daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas,
adaptabilitas, orientasi masa depan;
– sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
– kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
– sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
– kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki
berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada
relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan)
dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan
nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai
rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh
kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini
adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini,
pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan
struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang
cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau
berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu
terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas
organisasi.
b. berorientasi
kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang
berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan
atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan
serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan
perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan
penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan
penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku
pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu
berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik
kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu
perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku
pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya
kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
3.
Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin
menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku
tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut
Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan
kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan
seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan
menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan
situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan
menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi
tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan
berikut:
a.
Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku
kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan.
Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan
mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan
disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin
bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri
kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik
disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan
bawahan.
b. Model ”
Interaksi Atasan-Bawahan” :
Menurut model ini, efektivitas
kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin
dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin
yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi
pemimpin yang efektif, apabila:
* Hubungan atasan dan bawahan
dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model
Situasional
Model ini menekankan bahwa
efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan
yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa
bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin
yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan.
Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan-
Tujuan “
Seorang pemimpin yang efektif
menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat
ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu
kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada
kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal
tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model
“Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini
adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan.
Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus
diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting
untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati
oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam
pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut
“didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan
melalui proses pengambilan keputusan
2. Penghargaan
a.
Pengertian
Penghargaan adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi
tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga
yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan. Dalam organisasi ada
istilah insentif, yang merupakan suatu penghargaan dalam bentuk material atau
non material yang diberikan oleh pihak pimpinan organisasi perusahaan kepada
karyawan agar mereka bekerja dengan menjadikan modal motivasi yang tinggi dan
berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau organisasi.
b.
Imbalan
Berdasarkan
pendapat para ahli masalah Sumber Daya Manusia, telah dikemukakan pengertian
tentang imbalan/kompensasi, sebagai berikut :
Menurut
Ivancevich (1998) Compensation is the Human Resources Management function
that deals with every type of reward individuals receive in exchange for
performing organization tasks. Kompensasi adalah fungsi manajemen
sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk penghargaan yang
dijanjikan akan diterima karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan tugas
dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan.
Sastrohardiwiryo(2002:181)
menyatakan bahwa Kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan
oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Panggabean(2002:75)
menyatakan bahwa kompensasi adalah setiap bentuk penghargaan yang diberikan
kepada karyawan sebagai balas jasa atas konstribusi yang mereka berikan kepada
orang.
Hariandja(2002:224)
menyatakan bahwa kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh
pegawai sebagai akibat pelaksanaan pekerjaan diorganisasi dalam bentuk uang
atau lainnya, yaitu dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif dan tunjangan
lainnya seperti tunjangan kesehatan, tunjangan hari kerja, uang makan, uang
cuti dan lain-lain.
Ruky(2001:9)
menyatakan bahwa imbalan mempunyai cakupan yang lebih luas daripada upah atau
gaji. Imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
pekerja, baik secara langsung, rutin atau tidak langsung (pada suatu hari
nanti).
Menurut
Nawawi(1996:315): Kompensasi bagi organisasi atau perusahaan berarti penghargaan/ganjaran
pada para pekerja yang telah memberikan konstribusi dalam mewujudkan tujuannya,
melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Berdasarkan pengertian – pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa imbalan/ kompensasi atau remunation bukanlah
hanya imbalan yang berbentuk uang saja tetapi juga dalam bentuk – bentuk
lainnya
c.
Hukum & implikasi
Akibat hukum
adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang
dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. Tindakan yang dilakukannya
merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh sesuatu
akibat yang dikehendaki hukum.[1][1]
Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah
segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh
subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan
karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan
atau dianggap sebagai akibat hukum.[2][2]
Akibat hukum
merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi subyek-subyek hukum yang
bersangkutan. Misalnya, mengadakan perjanjian jual-beli maka telah lahir suatu
akibat hukum dari perjanjian jual beli tersebut yakni ada subyek hukum yang
mempunyai hak untuk mendapatkan barang
dan mempunyai kewajiban untuk
membayar barang tersebut. Dan begitu sebaliknya subyek hukum yang lain
mempunyai hak untuk mendapatkan uang tetapi di samping itu dia mempunyai
kewajiban untuk menyerahkan barang. Jelaslah bahwa perbuatan yang dilakukan
subyek hukum terhadap obyek hukum menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum
itu dapat berujud:
a.
Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum.
Contoh: Usia menjadi 21
tahun, akibat hukumnya berubah dari tidak cakap hukum menjadi cakap hukum, atau dengan adanya
pengampuan, lenyaplah kecakapan melakukan
tindakan hukum.
b.
Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau
lebihsubyek hukum, di mana
hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan
dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.
Contoh: A mengadakan
perjanjian jual beli dengan B, maka lahirlah hubungan hukum antara A dan B.
Setelah dibayar lunas, hubungan hukum tersebut menjadi lenyap.
c.
Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum.
Contoh:Seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu
akibat hukum dari perbuatan si pencuri tersebut ialah mengambil barang orang
lain tanpa hak dan secara melawan hukum.
d.
Akibat hukum yang timbul karena adanya kejadian-kejadian darurat oleh hukum
yang bersangkutan telah diakui atau dianggap sebagai akibat hukum, meskipun
dalam keadaan yang wajar tindakan-tindakan tersebut mungkin terlarang menurut
hukum.
Misalnya:
Dalam keadaan kebakaran dimana seseorang sudah
terkepung api, orang tersebut merusak dan menjebol tembok, jendela, pintu dan
lain-lain untuk jalan keluar menyelamatkan diri.
3.
Kekuasaan dan politik
a.
Pengertian
Kekuasaan (power) mengacu pada
kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B
bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan sebuah
potensi yang tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan
ketergantungan. Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa
saja seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya. Aspek terpenting
dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan (Dependency) artinya semakin
besar ketergantungan B terhadap A maka besar pula kekuasaan A. Selain itu
seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri Anda hanya jika ia
mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan.
Politik : kekuasaan yang Bermain
Ketika orang-orang menyatu dalam kelompok, berlakulah hukum kekuasaan. Ketika para karyawan dalam suatu organisasi mulai memainkan kekuasaan yang ada pada mereka, kita melihatkan sebagai politik. Orang – orang dengan Keterampikan politik yang baik memiliki kemampuan untuk menggunakan landasan-landasan kekuasaan yang mereka miliki secara afektif. Jadi definisi berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk memengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau perilaku-perilaku anggota yang egois dan tidak melayani kebutuhan organisasi. Perilaku politik (political behavior) didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi.
b.
Sumber dan bentuk kekuasaan
Kekuasaan tidak begitu saja
diperoleh individu, ada 5 sumber kekuasaan menurut John Brench dan Bertram
Raven, yaitu :
1. Kekuasaan menghargai (reward
power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. (bonus sampai senioritas atau persahabatan)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. (bonus sampai senioritas atau persahabatan)
2. Kekuasaan memaksa (coercive
power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. (teguran sampai hukuman).
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau persyaratan. (teguran sampai hukuman).
3. Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu.
4. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh
mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi. (professional atau tenaga ahli).
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh
mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi. (professional atau tenaga ahli).
5. Kekuasaan rujukan (referent
power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. (karisma, keberanian, simpatik dan lain-lain).
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. (karisma, keberanian, simpatik dan lain-lain).
c.
Teknik kekuasaan & berpolitik
Untuk memahami
komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik dan strategi yang digunakan
oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam memenangkan
permainan politik, individu atau subunit dapat menggunakan beberapa taktik
poltik untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan
politik dalam organisasi adalah sebagai berikut:
Meningkatkan
ketidakmampuan mengganti. Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya
orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang dibutuhkan oleh
subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai
memiliki ketidakmampuan mengganti.
Dekat dengan
manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan
mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.
Membangun
koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki
kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer
untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya.
Mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan agar
penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan
kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan ahli dari
luar.
Menyalahkan atau menyerang pihak
lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau
mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain
yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan
adalah manipulasi informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi
kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
Menciptakan dan
menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga
citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang
baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang,
menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang
sejenisnya.
Daftar pustaka:
http://ahmadcirebon.blogspot.com/2011/11/penghargaan-reward-dan-hukuman.html
http://dewirahmawati001.blogspot.com/2013/05/imbalan-dan-hukuman-dalam-organisasi.html
http://ahmad-rifai-uin.blogspot.com/2013/04/akibat-hukum.html
http://prismamika.blogspot.com/2012/04/084-5-sumber-kekuasaan.html
http://cah-canggading.blogspot.com/2011/12/perilaku-organisasi-kekuasaan-dan.html
https://globalmanagement.wordpress.com/2009/03/09/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi/